Kai Wait Sukseskan Agenda Legislatif AMGPM (Sebuah Catatan Perjalanan Kongres istimewa dan MPP AMGPM)

smbt

Tifu – 22 Oktober, Pukul 05.00 WIT, Rombongan Kontingan MPP dari sejumlah Daerah Pelayanan AMGPM merapat di Pelabuhan Namlea Kabupaten Buru. Suasana menjadi sangat ramai saat sejumlah  Rombongan Pemerintah kabupaten dan OKP di Pulau kayu Putih itu pun mendatangi kontingen yang berangkat sejak malam dari pelabuhan Galala Ambon. Perjumpaan yang mengharukan saat rombongan AMGPM disambut dengan pengalungan bunga dan sejumlah dukungan demi memperlancar agenda penting itu. Perjalanan kontingen pun dilanjutkan menuju Desa Tifu dimana kegiatan akan digelar.

Memasuki perbatasan Wae Geren dan Tifu, Rombongan dihadang dua orang bertubuh tinggi besar bersenjatakan tombak. dibelakang kedua pengawal itu, berdiri sejumlah tokoh adat yang datang untuk menyambut kedatangan kontingen dalam keramah tamahan dan berbalur doa – doa adat bumi Bupolo. Terdengar pula seruan dari seorang tetua adat (kemudian dikenal bernama Oloph Soulisa” dalam lantunan bahasa adat masyarakat Bupolo yang kira- kira dapat diterjemahkan seperti ini: beta datang sambut bapa dong ni dengan hati yang bersih dan Tuhan tahu beta punya hati. Kalu beta punya hati seng bersih, biar Tuhan ambel beta punya nyawa….itu katong punya sumpah bapa”. Rombongan kemudian disematkan ikat kepala khusus masyarakat adat Buru sebagai tanda telah diterima masuk dalam budaya setempat. Melewati dua pengawal bertombak tadi, rombongan dihadapkan dengan dua orang yang saling beradu dengan gesitnya bersenjata parang dan tombak. Cakalele, kata seorang pemuda yang berdiri di tempat itu. Seperti Cakalele di wilayah Maluku Tengah, ini adalah tarian perang yang dikhususkan bagi penyambutan tamu. Selepas tarian  bertensi tinggi itu, rombongan kemudian disambut dengan pasukan berkostum Kerajaan Jawa menunggangi kuda lumping. tarian ini hendak menegaskan bahwa terdapat percampuran budaya yang harmonis di “bumi rawa” ini. Melewati tarian kuda lumping, rombongan kemudian disambut sejumlah gadis bergaun kuning emas menyanyikan lagu semalat datang kemudian mengajak rombongan menari bersama sebagai bentuk ungkapan rombongan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Tifu. Sungguh rentetan penyambutan yang mengharukan.

Rangkaian penyambutan ini pun berakhir di gedung gereja Maranatha Jemaat GPM Tifu – Waekonit. Usai jamuan makan, kontingen pun dibagi ke sejumlah warga yang menerima kontingen untuk  menginap selama kegiatan berlangsung. Uniknya, warga masyarakat yang menerima  tamu ini bukan saja berada pada desa Tifu. tapi juga dari sejumlah desa tetangga, bahkan bukan saja keluarga Kristen, namun juga keluarga Islam dan Hindu. ini membuktikan bahwa Pluralisme di Pulau Buru memiliki visi yang sama yaitu persatuan dan perdamaian.

Baharudin Besan – Ketua Panitia kegiatan legislatif ini mengungkapkan kebahagiaannya dapat menerima tanggung jawab besar ini. Dirinya mengatakan bahwa ini adalah kali pertama MPP bisa terlaksana di jemaat Kecil ini sejak kabupaten buru utara di mekarkan. dirinya tak menyangka ikatan persaudaraan (Kai Wait) dapat menunjukan jadi dirinya menyukseskan acara ini. ” Saya tak pernah menyangka pada awalnya bahwa kami dapat menjadi tuan rumah yang baik, namun keberhasilan ini membuktikan bahwa Kai Wait adalah kekuatan masyarakat Buru. Saya pun rindu untuk menerima bimbingan spiritual dan pendidikan berorganisasi serupa dapat dilaksanakan di bumi Bupolo ini” –  tutup Ketua panitia sebelum memeluk Ketua Umum AMGPM.

(Glen Pietersz)