Peduli Pendidikan di Timur Jauh – Relawan Mengajar Dapatra – Dakar (Part 2)

      Komentar Dinonaktifkan pada Peduli Pendidikan di Timur Jauh – Relawan Mengajar Dapatra – Dakar (Part 2)

aktifitas belajar mengajar bersama relawan mengajar di salah satu ruang kelas yang tidak layak

Abio -Relawan mengajar AMGPM Daerah Pulau Ambon Utara – AMGPM Daerah Kairatu telah melakukan aktifitasnya bersama anak – anak negeri Huku kecil dan Abio. Mereka berlima (Ricky Ifaksasily, Evan Pattiasina, Jeklin Takaria, Jek Siahaya, dan Carol Tomatala) adalah anak – anak muda yang memberi diri dalam kerendahan hati untuk mengabdi di daerah yang terisolasi ini. di  Beberapa aktifitas telah dijalaninya mulai dari mengajar di kelas, membuka kelas tambahan dengan memanfaatkan Pastori sebagai rumah jemaat, ikut membangun AMGPM dan berpartisipasi menopang tugas – tugas bergereja di bawah bimbingan  Ketua majelis Jemaat di dua jemaat pegunungan itu.

“Di sini adik – adik antusias sekali belajar, tapi dong seng punya buku tulis, pakai alas kaki seadanya” – laporan singkat dari Ricky yang dipercaya sebagai ketua tim relawan ketika menemukan jaringan internet. Selain pelajaran formal, relawan ini juga dipaksa mengembangkan ide – ide kreatif  dari apa yang mereka temuka di alam sebagai alat bantu ajar. Batu, ranting kayu, daun, apapun yang  temukan disekitar, mereka sulap jadi alat peraga. Ini kondisi real yang harus mereka hadapi. Maka jangan heran jika tenaga guru yang ditempatkan di sini akan merasa jenuh.

Anak – anak terpaksa sekolah dengan gedung yang tak layak

Jeklin Takaria sempat bercerita tentang antusiasme anak – anak negeri ini belajar, “adik – adik dari Huku Kecil bahkan nekad berjalan kaki 3 Km melintasi hutan di malam hari ke Negeri Abio hanya untuk dapat mengikuti kelas tambahan yang katong buka”. Kondisi ini menegaskan bahwa 5 orang relawan masih belum cukup memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan.  Dengan penerangan seadanya (Listrik belum ada di dua negeri ini), anak – anak negeri Huku Kecil dan Abio berupaya menggali ilmu.

Selain tidak adanya guru, peserta didik juga dipaksa puas dengan kondisi gedung sekolah yang tak layak. Dinding yang berlobang,  plafon kosong, tak jarang harus menerima limpahan air hujan akibat atap yang bocor. Melihat kondisi ini, bisa digambarkan kualitas hidup generasi ini dimasa mendatang. Mari bersama perangi masalah ini dengan serius..

(BERSAMBUNG)

(GP)